Mungkin banyak diantara kita semua yang bingung dan bertanya apa itu
Campursari? Campursari adalah musik tradisional masyarakat jawa. Musik
ini diperkirakan lahir pada dekade "60-an di daerah Jawa Tengah. Musik
campursasri dimainkan dengan alat musik gamelan yang terdiri dari:
Slenthem, Peking, Kendang, Gong, Bonang/tidak semua bagian, di tambah
suling. Untuk melengkapi khasanah musiknya, gamelan tersebut dipadukan
dengan alat musik modern seperti: gitar dan keyboard.
Pada awal kemunculan musik campursari sempat menimbulkan pertentangan
dengan pegiat kesenian yang lain. Hal ini dianggap menurunkan citra
keagungan kesenian tradisonal jawa yang terkenal dengan kebudayaan
keratonnya yang adiluhung.
Musik campursari mulai terkenal seiring meroketnya nama Waldjinah dan
Manthous ( Sumanto-red ) pada awal berkembangnya dulu. Manthous yang
mengusung bendera CSGK ( Campur Sari Gunung Kidul ) merupakan musisi
campursari yang terkenal. Pria yang lahir pada tahun 1950 ini menelurkan
sejumlah lagu, namun yang fenomenal adalah kutut manggung. Sayang
karir musiknya meredup setelah dia mengidap stroke.
Setelah Manthous mulai menurun pamornya, muncul beberapa musisi
campursari yang terkenal kemudian. Nama-nama Didi Kempot, Sonny Joss,
Cak Diqin sampai penyanyi campursari baru seperti Soimah bergantian
menghiasi blantika musik campursari.
Didi kempot pria kelahiran 31 desember 1966 ini membuat citra musik
campursari semakin meroket. Pria asal kota Solo tersebut sampai saat ini
merupakan penyanyi campursari paling produktif. Sampai hari ini Didi
Kempot telah menghasilkan sekitar 72 album ( Berdasarkan wawancaranya
beberapa lalu di acara talk show Pas Mantab trans 7 ). Lagunya yang
cukup terkenal antara lain: Sewu Kutha, Stasiun Balapan, Tirtonadi,
Tanjung Mas Ninggal Janji, Taman jurug, Pak rebo, Cucak Rawa dan masih
banyak lagi. Sampai hari ini Didi telah melanglang ke beberapa negara
seperti Hawai, Suriname, Belanda dan masih banyak lagi untuk
memperkenalkan musik Campursari ke penjuru dunia. Selain itu Didi Kempot
yang merupakan adik dari Mamiek Srimulat juga berkolaborasi dan
menggubah musik lain untuk dijadikan lagu campursari. Dia pernah
kolaborasi sama Dedy Dores dan menggubah lagu dari Peterpan.
Satu nama penyanyi baru di blantika campursari yang cukup menarik
perhatian adala Soimah. Wanita kelahiran Pati, 29 september 1980 ini
berani melakukan terobosan di ranah musik campurasari. Soimah memadukan
musik campur sari dengan Hip hop, tepatnya dengan kelompok hip hop
Jogja. Hip hop Jogja sendiri merupakan penyanyi hip-hop dengan
spesialisasi menyanyikan lagu jawa.
Karena merakyatnya musik campursari di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur
itu, maka tak jarang musik ini juga digunakan oleh para politikus untuk
menjaring masa pada saat pemili dan pemilukada. Bahkan di Jateng
beberapa pasangan kandidat Gubernur-Wakil Gubernur berlomba menggubah
syair lagu campursari untuk theme song kampanyenya.
Perkembangan musik campursari sebagai musik rakyat kecil tak lepas dari
pengangkatan tema yang simple dan dekat dengan masyarakat kecil. Karena
itu tak jarang Campursari diidentikkan dengan musiknya kaum
marjinal/rakyat jelata. Tema yang diangkat untuk lagu campursari mulai
dari cinta dan kesedihan, tentang wong cilik, tentang menikmati hidup.
Tak heran kenapa musik ini begitu merakyat dan hampir selalu hadir di
acara-acara hajatan rakyat biasa.
Dalam prakteknya musik campursari cenderung menggunakan bahasa
sehari-hari untuk bahasa lagunya. Tidak seperti langgam jawa yang
menggunakan bahasa kesusatraan jawa, Campursari menggunakan bahasa umum
di masyarakat atau istilahnya bahasa pasaran. Sehingga bagi kita yang
mendengarkan lagu campursari tidak harus berpikir terlalu dalam untuk
mengetahui makna dari lagu tersebut.
Selain itu lagu campursari banyak sekali mengangkat kisah hidup wong
cilik. Kisah bagaimana susahnya rakyat kecil mencari kerjaan, memenuhi
hajat hidupnya. Ataupun bagaimana dalam sebuah lagu kita bisa menangkap
kesan kesederhanaan yang terpancar di dalamnya seperti contohnya lagu
Kuncung yang dinyanyikan Didi Kempot.
Dalam lirik lagu campursari kadang juga kita temukan kesederhanaan pola pikir dengan bahasa yang gamblang. Semisal syair lagu "aku milih liyane, ora sudi milih kowe, nganggur ora nyambut gawa, paling2 dadi kere” syair
lagu ini artinya sangat sederhana, Aku memilih yang lain, gak mau
memilih kamu, pengangguran yang tak punya kerjaan. Simple memandang
sesuatu banget.
Lagu Campursari juga sering bercerita tentang kisah cinta yang mendayu-dayu. Seperti nampak pada syair lagu sewu kutha " Sewu
kutha uwes tak liwati, Sewu ati tak takoki, Nanging kabeh podo ra
ngerteni, lungamu nang endi' pirang tahun anggonku nganteni, semono rung
bisa nemoni" yang artinya Seribu kota telah kulewati, Seribu
hati telah kutanya, Tapi semua tiada yang tahu, Pergimu ke mana, Entah
berapa tahun kumenanti, Sampai sekarang belum bisa menemukan. Sangat
sederhana dan gampang mencerna kalimatnya kan.
Sejauh ini perkembangan campursari masih sangat bagus. Beberapa
perlombaan diadakan untuk menjaring bibit penyanyi baru. Tak hanya itu,
penyanya campursari tak segan untuk mengeksplor musik campursari dengan
jenis musik lainnya. Bahkan di daerah Jawa Timur musik campursari
dikolaborasikan dengan dangdut koplo, meski sayangnya malah terkesan
merusak ruh lagu tersebut dengan masuknya tarian erotis di dalamnya.
Kendang Kempul
Di Jawa Timur berkembang pula musik etnic yang hampir mirip dengan
campursari, yakni musik kendang kempul yang berkembang di Banyuwangi dan
sekitarnya. Musik ini hampir berbarengan munculnya dengan campursari.
Namun alat musik yang digunakan hanya Kendang, Kempul dan suling yang
digabungkan dengan gitar dan keyboard serta seringkali juga biola.
Musik kendang kempul ini selain berkembang di Banyuwangi, juga merambah
ke daerah sekitarnya. Sebut saja Jember, Bondowoso, Situbondo,
Probolinggo dan sekitarnya. Tak jarang lagu-lagu kendang kempul
dinyanyikan ulang dengan versi dangdut oleh Orkes Palapa dan Monata.
Nama-nama penyanyi kendang kempul yang terkenal antara lain Sumiati,
Alif S, Pelawak Cahyono, Emilia Contessa. Dari generasi yang lebih muda
muncul nama Niken Arisandi, Catur ARum, Dyan Ratih, Renny Farida,
Adestya Mayasari dan masih banyak lagi.
Pada perkembangannya musik ini juga tercampur dengan dangdut versi
koplo. Masuknya unsur koplo ini juga menimbulkan pertentangan di antara
pegiat seni kendang kempul. Banyak pencipta lagu yang tidak mau lagunya
dinyanyikan dengan versi Kendang kempul Koplo, meski dengan royalti yang
besar.
Selain itu pada perkembangannya, selain unsur dangdut koplo. Kendang
kempul juga mulai mencoba dikolaborasikan dengan beberapa musik yang
terkenal sebut saja musik reaggea dan beberapa musik lainnya. Bahkan
penyanyi sekaliber Nini Karlina dan Ikke Nurjannah pun pernah menggubah
lagu Banyuwangi untuk album dangdut mereka.
Kesamaan dari kedua musik yang berkembang di jawa itu sama-sama kental
bercerita tentang masalah hidup wong cilik, masalah cinta, masalah
menikmati hidup dan juga nasehat yang sering disisipkan dalam syair
lagunya.
Mari kita lestarikan musik etnik kita masing-masing. Jangan sampai tergerus oleh kemajuan jaman.
No comments:
Post a Comment